Waktu itu bertepatan bulan Mei, aku lupa tepatnya tanggal berapa aku berkesempatan melanjutkan pendidikan aku kejenjang yang lebih tinggi dinegri tetangga. Nama saya Dana, orang biasa akrab memanggilku dengan sebutan itu.
2 minggu sesampainya aku disana, akupun memulai kuliah perdanaku itu. Semua berjalan lancar tidak ada masalah yang berarti. Seperti biasa kami semua saling memperkenalkan diri dan menannyakan asal negara kami masing2. Oragnya ramah2, rapi, sopan dan enak di ajak ngobrol. Dan jg berasal dari berbagai macam negara yang berbeda, ada yang dari jepang, korea, dan masih banyak lagi.
Di kelasku kala itu hanya terdapat 10 orang siswa, yang mana cuma aku seorang berasal dari Indonesia. Serasa berat sekali kala itu sedangkan teman2 yang lain setidaknya punya 1 teman yang berasal dari negara yang sama. Hari ke dua, tiga, empat aku jalani dengan begitu berat. Namun, tidak untuk hari ke lima. Hari itu aku mulai merasakan kenyamanan dan kecocokan sehingga tidak merasa terasingkan lagi. Walau sebenarnya dari hari pertamapun aku tidak pernah diasingkan oleh teman2 dan orang sekitar, tapi cuma perasaan aku saja yang memfonis dan merasa terasingkan.
“ Hai dana, how are you ? “ oriolpun menyambut pagi ku dihari kelima.
“ Good thanks, and you? “ jawabku.
“ so so “ jawabnya lagi singkat.
Lekas kami kekelas untuk memulai kelas pertama pada hari itu. Kelas berjalan dengn lancar, gurupun begitu antusias mengajari kami. Kamipun sebaliknya, begitu memperhatikan setiap kata demi kata yang diucapkan oleh sang guru.
“ kkkkkkkrrrrriiiinngg,,,,, “ kamipun tersentak kekagetan ketika bell istirahat berbunyi. Menandakan kami mendapatkan break sebelum memulai kelas kedua.
Seperti biasa kami pergi beramai2 layaknya sapi yang sedang digiring oleh sang penggembala. Karena kedekatan kami sudah begitu terasa sekali walawpun kelas baru berjalan 1 minggu. Jadi, hampir setiap break kami kompak untuk serempak kekantin.
“ Can I have 4 fish cocktail, please? “ seperti biasa pesanku kepada penjaga kantin, karena itu makanan kesukaanku.
Dan teman2pun semua memesan sesuai dengan selera mereka masing2. Terus, dengan salah satu diantara kami layaknya pemimpin terlebih dahulu menuju 1 meja yang lumayan besar dan kamipun mengiri dari belakang untuk duduk dan makan brsama. Sambil menyantap makan, salah satu dari kamipun bersedia membuka pembicaraan pagi itu.
“ What do you think about our class today ? “ tanya Jessica.
Mulailah kami secara hampir serempak mengungkapkan jawaban kami masing2, sampai2 tidak jelas suara siapa yang harus didengarkan. Tapi kmi tidak mempermasalahkan itu.
Kamipun tetap seru berbincang2 seraya menyantap lezatnya hidangan kantin yang telah kami pesan. Tidak hanya itu, kamipun berbicara soal seputar olahraga, berita terbaru, dan banyak sekali topik yang kami bicarakan yang tanpa ada planning sebelumnya untuk membicarakan hal tersebut.
Tidak terasa waktu breakpun usai. Kamipun kembali kekelas dan memulai kelas ke dua hari itu. Sesampainya dikelas gurupun mulai menerangkan kembali lanjutan materi pada kelas pertama tadi. Kemudian tak lama guru menjelaskan, kamipun mendapatkan tugas untuk berdiskusi tentang suatu masalah, yang saat it aku lupa tepatnya masalah apa. Seru kala itu karena kami masing2 kuat mempertahankan opini yang kami miliki. Aku, oriol, Richard, Jessica, dan banyak lagi tidak ada satupun yang mau mengalah karena kami masing2 memeliki alsan kuat kenapa kami mempertahankan jawaban kami tersebut.
“ I think this one is right! “ Richard mengutarakan opininya.
“ No, you wrong. If we use that we will fail! The left one is right! “ Sung woo membantah telak keputusan Richard.
Begitu seterusnya kami saling membantah. Tak terasa waktu berdiskusipun mungkin lebih tepatnya itu kalo dibilang debat dibanding diskusi ( ^_^ ).
Topikpun berganti, kamipun lanjut mendengarkan celoteh guru lagi seraya menjelaskan tentang sebuah materi. Tak terasa habislah semua kelas dihari ke lima itu. Segera kami membereskan buku masing2 bergegas untuk pulang kerumah masing2.
Hari demi haripun kunjung tak terasa ketika hari terakhirpun tiba. Dimana kami semua siap untuk menerima graduasi kami sebagai mahasiswa. Setelah perjalanan kami beberapa tahun teakhir kamipun mendapatkan hasil yang kami inginkn sejak awal itu.
Disinilah aku merasa kalo begitu cepatnya kebersamaan itu berakhir. Walaw bukan berakhirnya suatu hubungan pertemanan diantra kami, melainkan berakhirnya kebersamaan kami yang biasanya menempatksn kami didalam satu lingkaran yang begitu familiar.
Yang mana arti kebersamaan itu bukanlah dilihat dari kelas dan jurusan apa kami, bukan dari keluarga mana kami berasal, bukan juga dilihat dari seberapa pintarnya, dan juga bukan dilihat dari adanya ke unggulan dari masing2 pihak. Akan tetapi semua ini menjadi bermakna ketika kami serempak menuju kantin waktu break time, makan disatu meja secra beramai2 dengan berceloteh apa saja yang ingin kami celotehkan, dan juga berdebat layaknya perang dunia ke-III waktu guru memberikan tugas diskusi, itulah yang menjadi sebuah nilai yang tidak dapat dihitung berapanya tanpa melihat background atau tanpa membandingkan satu sama lain di antara kami.
Tak selalu apa yang berada dalam sbuah kemewahan itu bermakna, dan tak selalu yang berada paling atas itu membuat kita menemukan arti dari sebuah kebahagiaan yang sesungguhnya. Nilai kebahagiaan itu lahir dan bermakna ketika kita bersama tanpa ada saling membandingkan apa yang kita miliki dengan orang lain. Dalam kata lain ke “ Ekonomis “ an pun dapat dua kali lipat melampaui makna dari kebahagiaan dibalik sebuah “ Executive “ kemewahan. Sekian!
2 minggu sesampainya aku disana, akupun memulai kuliah perdanaku itu. Semua berjalan lancar tidak ada masalah yang berarti. Seperti biasa kami semua saling memperkenalkan diri dan menannyakan asal negara kami masing2. Oragnya ramah2, rapi, sopan dan enak di ajak ngobrol. Dan jg berasal dari berbagai macam negara yang berbeda, ada yang dari jepang, korea, dan masih banyak lagi.
Di kelasku kala itu hanya terdapat 10 orang siswa, yang mana cuma aku seorang berasal dari Indonesia. Serasa berat sekali kala itu sedangkan teman2 yang lain setidaknya punya 1 teman yang berasal dari negara yang sama. Hari ke dua, tiga, empat aku jalani dengan begitu berat. Namun, tidak untuk hari ke lima. Hari itu aku mulai merasakan kenyamanan dan kecocokan sehingga tidak merasa terasingkan lagi. Walau sebenarnya dari hari pertamapun aku tidak pernah diasingkan oleh teman2 dan orang sekitar, tapi cuma perasaan aku saja yang memfonis dan merasa terasingkan.
“ Hai dana, how are you ? “ oriolpun menyambut pagi ku dihari kelima.
“ Good thanks, and you? “ jawabku.
“ so so “ jawabnya lagi singkat.
Lekas kami kekelas untuk memulai kelas pertama pada hari itu. Kelas berjalan dengn lancar, gurupun begitu antusias mengajari kami. Kamipun sebaliknya, begitu memperhatikan setiap kata demi kata yang diucapkan oleh sang guru.
“ kkkkkkkrrrrriiiinngg,,,,, “ kamipun tersentak kekagetan ketika bell istirahat berbunyi. Menandakan kami mendapatkan break sebelum memulai kelas kedua.
Seperti biasa kami pergi beramai2 layaknya sapi yang sedang digiring oleh sang penggembala. Karena kedekatan kami sudah begitu terasa sekali walawpun kelas baru berjalan 1 minggu. Jadi, hampir setiap break kami kompak untuk serempak kekantin.
“ Can I have 4 fish cocktail, please? “ seperti biasa pesanku kepada penjaga kantin, karena itu makanan kesukaanku.
Dan teman2pun semua memesan sesuai dengan selera mereka masing2. Terus, dengan salah satu diantara kami layaknya pemimpin terlebih dahulu menuju 1 meja yang lumayan besar dan kamipun mengiri dari belakang untuk duduk dan makan brsama. Sambil menyantap makan, salah satu dari kamipun bersedia membuka pembicaraan pagi itu.
“ What do you think about our class today ? “ tanya Jessica.
Mulailah kami secara hampir serempak mengungkapkan jawaban kami masing2, sampai2 tidak jelas suara siapa yang harus didengarkan. Tapi kmi tidak mempermasalahkan itu.
Kamipun tetap seru berbincang2 seraya menyantap lezatnya hidangan kantin yang telah kami pesan. Tidak hanya itu, kamipun berbicara soal seputar olahraga, berita terbaru, dan banyak sekali topik yang kami bicarakan yang tanpa ada planning sebelumnya untuk membicarakan hal tersebut.
Tidak terasa waktu breakpun usai. Kamipun kembali kekelas dan memulai kelas ke dua hari itu. Sesampainya dikelas gurupun mulai menerangkan kembali lanjutan materi pada kelas pertama tadi. Kemudian tak lama guru menjelaskan, kamipun mendapatkan tugas untuk berdiskusi tentang suatu masalah, yang saat it aku lupa tepatnya masalah apa. Seru kala itu karena kami masing2 kuat mempertahankan opini yang kami miliki. Aku, oriol, Richard, Jessica, dan banyak lagi tidak ada satupun yang mau mengalah karena kami masing2 memeliki alsan kuat kenapa kami mempertahankan jawaban kami tersebut.
“ I think this one is right! “ Richard mengutarakan opininya.
“ No, you wrong. If we use that we will fail! The left one is right! “ Sung woo membantah telak keputusan Richard.
Begitu seterusnya kami saling membantah. Tak terasa waktu berdiskusipun mungkin lebih tepatnya itu kalo dibilang debat dibanding diskusi ( ^_^ ).
Topikpun berganti, kamipun lanjut mendengarkan celoteh guru lagi seraya menjelaskan tentang sebuah materi. Tak terasa habislah semua kelas dihari ke lima itu. Segera kami membereskan buku masing2 bergegas untuk pulang kerumah masing2.
Hari demi haripun kunjung tak terasa ketika hari terakhirpun tiba. Dimana kami semua siap untuk menerima graduasi kami sebagai mahasiswa. Setelah perjalanan kami beberapa tahun teakhir kamipun mendapatkan hasil yang kami inginkn sejak awal itu.
Disinilah aku merasa kalo begitu cepatnya kebersamaan itu berakhir. Walaw bukan berakhirnya suatu hubungan pertemanan diantra kami, melainkan berakhirnya kebersamaan kami yang biasanya menempatksn kami didalam satu lingkaran yang begitu familiar.
Yang mana arti kebersamaan itu bukanlah dilihat dari kelas dan jurusan apa kami, bukan dari keluarga mana kami berasal, bukan juga dilihat dari seberapa pintarnya, dan juga bukan dilihat dari adanya ke unggulan dari masing2 pihak. Akan tetapi semua ini menjadi bermakna ketika kami serempak menuju kantin waktu break time, makan disatu meja secra beramai2 dengan berceloteh apa saja yang ingin kami celotehkan, dan juga berdebat layaknya perang dunia ke-III waktu guru memberikan tugas diskusi, itulah yang menjadi sebuah nilai yang tidak dapat dihitung berapanya tanpa melihat background atau tanpa membandingkan satu sama lain di antara kami.
Tak selalu apa yang berada dalam sbuah kemewahan itu bermakna, dan tak selalu yang berada paling atas itu membuat kita menemukan arti dari sebuah kebahagiaan yang sesungguhnya. Nilai kebahagiaan itu lahir dan bermakna ketika kita bersama tanpa ada saling membandingkan apa yang kita miliki dengan orang lain. Dalam kata lain ke “ Ekonomis “ an pun dapat dua kali lipat melampaui makna dari kebahagiaan dibalik sebuah “ Executive “ kemewahan. Sekian!